Muhammadiyah sebagai gerakan sosial
Muhammadiyah Sebagai Gerakan Sosial Keagamaan
Reaksi Kaum Tradisional
Basis Sosial Muhammadiyah dan NU
Dampak Gerakan Sosial Muhammadiyah
Perlu Perumusan Ulang Gerakan Sosial Muhammadiyah
a. Muhammadiyah Gerakan Pemurnian Islam
Gerakan pemurnian oleh Muhammadiyah ditujukan, baik kepada kalangan tradisional maupun kalangan Islam dari sifat khurafat (dongengan/tahayul). Sisa-sisa kebudayaan kuno yang melekat dikalangan abanagan, sebagai contoh, peacock menunjuk pada sistem kognitif. Jika seorang abanagn lebih mengingat hari lahirnya, seorang Muhammadiyah lebih suka mengingat tahun kelahirannya.
Muhammadiyah lahir dengan orientasi keagamaan. Muhammadiyah lebih menampilkan diri sebagai gerakan puritan untuk menghapus beban-beban kultural yang terkena pengaruh budaya agraris. Muhammadiyah berupaya untuk melakukan pembaharuan kualitatif yang bersifat keagamaan, suatu dealiktika internal yang secara inheren memang selalu muncul di dalam Islam. Dengan semangat kembali kepada alquran dan assunah.
b. Gerakan Kualitatif-Kuantitatif
Perkembangan selanjutnya, ternyata bahwa gerakan kualitatif itu menimbulkan dampak kuantitatif. Dengan kata lain, gerakan kultural Muhammadiyah ternyata menimbulkan dampak sosial. Muhammadiyah misalnya telah menyebabkan longgarnya ikatan paternalisme santri-kiai; demikian juga telah menyebabkan memudarnya otoritas pesantren akibat dikembangkannya lembaga-lembaga pendidikan baru. Ketika Muhammadiyah makin bergerak pada tingkat kuantitatif, jelalah bahwa ia semakin muncul menjadi kekuatan sosial dan politik.
Pada tataran masalah basis sosial inilah, kita melihat latar belakang lahirnya NU. Sesungguhnya NU lahir karena reaksi terhadap 2 hal yakni pertama, ia merupakan reaksi dari politisasi agama yang dilakukan SI serta kedua reaksi terhadap gerakan pembaharuan Muhammadiyah. Berbeda dengan Muhammadiyah, NU sebenarnya bertujuan untuk melestarikan lembaga-lembaga dan tradisi-tradisi Islam Agraris sengan solidaritas mekanis komunalnya.
Perbedaan mendasar antara Muhammadiyah dan SI di satu pihak dan NU dilain pihak sesungguhnya adalah karena keduanya memiliki basis sosial yang berbeda. NU bagaimanapun tetap mewakili tradisi masyarakat komunal-agraris yang dijalin dalam ikatan-ikatan solidaritas mekanis-paternalistik. Di lain pihak SI dan Muhammadiyah muncul sebagai wadah yang mewakili tradisi baru masyarakat urban, pedagang dengan ikatan solidaritas organis-partisipatif.
Pada perkembangan selanjutnya NU juga berusaha menerapkan bentuk-bentuk pengorganisasian baru-suatu tuntutan yang tampaknya tidak terelakkan-namun segera akan terlihat adanya ambivalensi. Dalam konteks ini , NU jelas berbeda sekali dengan Muhammadiyah. Sementara NU mengalami ambivalensi organisatoris, Muhammadiyah tampak jauh Solid. Ini dikarenakan sejak awal Muhammadiyah membentuk organisasi atas dasar ikatan asosiasional.
Sebagai gerakan sosial keagamaan, selama ini Muhammadiyah telah menyelenggarakan berbagai kegiatan yang bermanfaat untuk pembinaan individu maupun sosial mayarakat islam di Indonesia. Pada level individual, cita-cita pembentukan pribadi muslim dengan kualifikasi-kualifikasi moral dan etika Islam, terasa sangat karakteristik.
Sebagai suatu gerakan dakwah yang bersifat multidimensional, Muhammadiyah mesti akan selalu berubah secara dinamis sesuai dengan konteks dimana dia Hidup. Pada zaman penjajahan misalnya, sudah barang tentu multidimensionalitas Muhammadiyah digerakkan kepada masalah-masalah pembebasan bangsa dari penjajahan, kecerdasan kehidupan bangsa dan lain-lain. Pada masa berikutnya tentu terjadi suatu evolusi persepsional yang dinamis, yang tetap merujuk pada gambaran dakwah yang social reconstruction yang multidimentional tersebut.
Dari perspektif transformatis sosial, Muhammadiyah sesungguhnya belum memiliki konsep gerakan sosial yang jelas, selama ini, kegiatan pembinaan warga muahmmadiyah lebih diorientasikan kepada kegiatan untuk mengelola pengelompokan-pengelompokan yang didasarkan pada diferensiasi jenis kelamin dan usia. Contohnya ada NA, Aisyiyah, IPM IMM dan sebagainya (AIK, 2012).
Melihat realitas itu semua, meskipun secara secara realitas prestasi yang dicapai, namun muhammadiyah masih dihadapkan pada tantangan-tantangan kedepan. Amien Rais padaa tahun 1993 pernah mengemukakan kendala-kendala yang dihadapi oleh Muhammadiyah. Meskipun pernyataan tersebut ditulis 21 tahun lalu, pernyataa itu masih terasakan. Selain itu pula ketika muktamar tahuh 2005 di UMM yang ke-45 terjadi berbagai peristiwa yang bergejolak ditubuh Muhammadiyah itu sendiri.
Kesimpulan
Muhammadiyah sebagai gerakan sosial sudah sangat membantu dalam melakukan kinerja demi tercpainya Tujuan yang telah dirancang jauh-jauh hari. Namun demikian, setiap Organisasi tentunya akan selalu mendapat sebuah masalah yang dalam hal ini dapat dikatakan sebagai sebuah tantangan bagi Organisasi Muhammadiyah khususnya sehingga nantinya Muhammadiyah dapat terus maju mengikuti zaman atau tidak hilang dipersimpangan jalan. Maka Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan perlu kiranya terus melakukan perbaikan dari celah yang ada padanya agara tidak tergoyahkan oleh celah-celah tersebut.
Daftar Pustaka
AIK, T., 2012. AIK III. In: S. Amien, ed. Malang: UMMPress, pp. 109-116.
Anon., n.d. KBBI. In: s.l.:s.n.
Basri, H., n.d. Tafsir Pase, , Balai Kajian Tafsir Al-Qur’an Pase. Peran Pendidikan dalam Mewujudkan Mobilitas Sosial, 1(Gerakan Muhammadiyah), pp. 1-3.
Suhaimi, A., n.d. Drs.H. Ahd. Suhaimi. [Online]
Available at: http://kalsel.kemenag.go.id/file/file/Jurnal/woxq1384098956.pdf
[Accessed 25 11 2014].
Available at: http://kalsel.kemenag.go.id/file/file/Jurnal/woxq1384098956.pdf
[Accessed 25 11 2014].
Komentar
Posting Komentar